Nilai Tukar Rupiah Kian Mengkhawatirkan

Hallo sobat beranjak, Nilai tukar rupiah mengalami tekanan dan terus melemah dalam beberapa hari terakhir, mencapai level yang mengkhawatirkan. Berikut adalah ringkasan berita terkini tentang rupiah:

  • Rupiah Melemah menjadi Rp. 16.583 per Dolar AS, Pada hari Senin (31/3), nilai tukar rupiah di pasar spot tercatat melemah 0,14% menjadi Rp 16.583 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di Rp 16.559 per dolar AS. Hal ini terjadi di tengah penguatan mayoritas mata uang Asia terhadap dolar AS. Pergerakan rupiah berbanding terbalik dengan mayoritas mata uang di Asia. Hingga pukul 12.17 WIB, dolar Taiwan menjadi mata uang dengan pelemahan terdalam di Asia setelah anjlok 0,25%. Diikuti, won Korea Selatan yang melemah tipis 0,03% terhadap the greenback pada tengah hari ini. Sementara itu, yen Jepang menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,45%. Lalu ada peso Filipina yang terangkat 0,16%.
  • Intervensi Nilai Tukar Beresiko, Tekanan pada pasar keuangan domestik menjelang libur Idul Fitri menyebabkan rupiah melemah, dengan cadangan devisa diperkirakan kembali menyusut. Pada tanggal 25 Maret, rupiah sempat menyentuh level terendahnya sejak krisis moneter 1998, yaitu Rp 16.642 per dolar AS. Sementara pada tanggal 27 Maret, rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 16.562 per dolar AS, menguat 0,16% dibandingkan dengan posisi sebelumnya dilevel Rp 16.588 per dolar AS.
  • Kinerja Terburuk di Asia, Selama kuartal pertama tahun 2025, rupiah mencatatkan kinerja terburuk di Asia, tertekan oleh faktor domestik dan sentimen global yang tidak menguntungkan. Nilai rupiah juga terus terpuruk terhadap mata uang lainnya, menjadikannya salah satu mata uang yang semakin tidak berharga di dunia internasional. Rupiah mengawali tahun ini dengan posisi sudah di kisaran Rp16.000-an, tepatnya di Rp16.195/US$ pada hari pertama perdagangan tahun 2025. Turbulensi pasar global terutama terpicu oleh perkembangan seputar kebijakan tarif AS di bawah Presiden Donald Trump, juga prospek bunga acuan Federal Reserve, dominan mempengaruhi pergerakan rupiah pada kuartal 1-2025. Namun, rupiah nyatanya tidak hanya terbebani oleh sentimen perang dagang Trump. Faktor domestik juga makin menambah beban pergerakan mata uang Indonesia hingga mencatat performa lebih buruk dibandingkan mata uang negara Asia lain.
  • Laporan Bank Indonesia, Bank Indonesia melaporkan bahwa pada akhir Maret 2025, nilai tukar rupiah terus melemah, dengan penutupan pada level Rp16.575 per dolar AS pada tanggal 26 Maret. Selain itu, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) bertenor 10 tahun mengalami penurunan dari 7,13% pada Rabu, 26 Maret 2025 menjadi 7,09% pada Kamis, 27 Maret 2025. “Di sisi lain, indeks dolar AS (DXY) menguat ke level 104,55, dan yield US Treasury (UST) Note 10 tahun naik ke 4,352%,” kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resmi yang dikutip Sabtu, 29 Maret 2025. Bank Indonesia juga melaporkan perkembangan aliran modal asing pada pekan keempat Maret 2025. Berdasarkan data transaksi 24 – 26 Maret 2025, investor non-residen tercatat melakukan beli neto sebesar Rp1,93 triliun. Pembelian terbesar terjadi di pasar saham dengan nilai neto sebesar Rp2,63 triliun. Namun, investor asing justru mencatat jual neto sebesar Rp0,51 triliun di pasar SBN dan Rp0,19 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Secara keseluruhan sejak awal tahun hingga 26 Maret 2025, investor asing mencatat jual neto sebesar Rp32,02 triliun di pasar saham. Namun, terjadi beli neto di pasar SBN senilai Rp16,08 triliun dan di SRBI sebesar Rp10,98 triliun. Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun juga mengalami sedikit kenaikan. Pada 26 Maret 2025, premi CDS tercatat sebesar 90,84 basis poin (bps), naik dibandingkan dengan posisi 21 Maret 2025 yang sebesar 90,41 bps.

Sobat Beranjak, Bank Indonesia mencatat bahwa penurunan nilai tukar ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpastian global dan kebijakan ekonomi domestik yang tidak konsisten. Cadangan devisa Indonesia juga diperkirakan akan menyusut lebih lanjut, setelah mengalami penurunan pada bulan Februari 2025 dan secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan tantangan signifikan bagi stabilitas ekonomi Indonesia, dengan potensi dampak negatif terhadap inflasi dan beban utang negara

Bagikan Artikel Ini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

| Artikel Terkait