Beranjak.id
– Pengamat hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar meyakini, Komisi Yudisial (KY) dapat menelusuri seorang hakim terkait dugaan pelanggaran etik. KY perlu masuk lebih jauh untuk mengenali ada atau tidaknya pelanggaran etik hakim.
Hal ini menyusul ditetapkannya Hakim Djuyamto bersama dua hakim lainnya, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom sebagai tersangka penerima suap kasus korupsi pemberian fasilitas crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah. Ketiganya diduga menerima suap senilai Rp 22 miliar untuk memvonis lepas atau onslag perkara korupsi CPO yang melibatkan tiga korporasi.
“KY memang menyidik soal pelanggaran etika hakim, tetapi tidak mustahil juga menyelidiki kasus korupsinya,” kata Abdul Fickar dikonfirmasi, Kamis (17/4).
Sejauh ini, KY telah berinisiatif menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) terhadap hakim yang menjatuhkan putusan lepas pada kasus korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah.
Fickar menekankan, KY perlu menelusuri pelanggaran etik hakim, jika menemukan adanya ketidakberesan penanganan perkara. KY bisa meneruskan atau merekomendasikan temuannya kepada KPK atau Kejaksaan Agung.
“Jika dalam pemeriksaan ada kasus korupsinya, maka penanganan selanjutnya diserahkan kepada KPK atau Kejaksaan,” jelasnya.
Terlebih, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa perkara itu masih ada kaitan dengan perkara lain yang sebelumnya diusut jaksa yaitu perkara suap terkait vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dimana dalam proses kasus tersebut ada kemiripan. Pasalnya, Zarof Ricar diduga berperan sebagai makelar perkara yang menghubungkan pemberi suap ke hakim agar Ronald Rannur divonis bebas dalam sidang kematian Dini Sera Afrianti.
Dalam pengembangan perkara, Kejaksaan Agung melakukan penggeledahan di kediaman Zarof dan menemukan banyak bukti dugaan gratifikasi. Salah satunya nilai uang fantastis hingga lebih dari Rp 1 triliun.
Dari penggeledahan dan banyak bukti dugaan gratifikasi, Kejaksaan Agung menemukan adanya informasi mengenai pemberian suap dari Marcella Santoso kepada para hakim yang mengadili kasus dugaan korupsi CPO.
Di sisi lain, kedekatan Jubir MA Prof Dr Yanto SH MH dengan hakim Djumyanto juga mendapatkan sorotan publik. Kedekatan itu seperti ditunjukkan kala keduanya menerima gelar kehormatan dari Keraton Solo pada 17 Desember 2024.
Djuyamto sendiri merupakan hakim yang pernah menangangi kasus praperadilan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dan memvonis tidak menerima gugatan praperadilan Hasto dalam sidang di PN Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Terpisah, Juru bicara KY, Mukti Fajar Nur Dewata menyatakan bahwa pihaknya prihatin dan menyayangkan peristiwa itu. Karena itu, KY mengambil inisiatif dengan menerjunkan tim untuk menelusuri dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim atau KEPPH.
“Tim akan mengumpulkan informasi dan keterangan awal terkait kasus ini,” ucap Mukti Fajar.
Selain itu, KY siap berkoordinasi dengan Mahkamah Agung (MA) dan Kejagung untuk pendalaman kasus ini, apabila diperlukan. Ia juga meminta semua pihak untuk memberikan kepercayaan kepada proses penegakan hukum yang sedang berlangsung.
“Pada prinsipnya, KY akan segera memproses informasi atau temuan apabila ada indikasi pelanggaran kode etik hakim,” pungkasnya.